Monday, April 24, 2017

The Power Of Ibu-ibu




Awalnya mau diberi judul "The Power Of Emak-emak", diganti menjadi The Power Of Ibu-ibu agar terdengar kekinian dan tidak diakui negara tetangga.


Saat selokan sepanjang jalan tawang mangu dan tawang mangu 1 diperbaiki. Antri air pun terjadi dimana-mana. Sejumlah ember dan galon antri, pun sejumlah ibu-ibu turut mengantri. Tidak peduli kasta dan kelas sosial mana, terlihat dari pakaian dan gaya bicara. Inilah awal ide kekuatan ibu-ibu saat bersatu.


Ide kedua muncul, saat ibu-ibu arisan, ternyata seru dan mampu mempengaruhi atmosfer pembicaraan dalam keluarga.


Kembali ke urusan pilkada DKI Jakarta 2017, kalah di putaran pertama bukan akhir segalanya. Cari kesalahan, perbaiki dan modifikasi jadi kekuatan.


Uang? Tidak punya, sekalipun ada cukup buat ngopi atau ngeteh. Itu pun patungan. Apalagi sembako? Boro-boro, sarapan saja kadang-kadang berdua atau bertiga.


Aha! Itu dia, bersatu. Relawan bersatu, tidak peduli dari mana mereka berasal. Inti dari relawan adalah keluarga. Penentu kebijakan dalam keluarga adalah Ayah. Tapi pihak Second In Command adalah... Ibu.


Mulai mendekati ibu-ibu dari sekumpulan ibu-ibu ngerumpi, jadi se-rt dan se-rw. Hanya mengobrol dan mencari tahu apa kebutuhan atau keinginan ibu seiring pilkada DKI Jakarta. KJP atau KJS jadi kendala. Berujung uang.


Sip! Ini dia, penyadaran kembali kepada warga terutama ibu-ibu bahwa KJP atau KJS adalah program pemerintah bukan program paslon semata. Ambil KJP dan KJS, uang dan sembako. Coblosnya tetap nomor... (tahu dong jawabannya).


Sebagian sadar, nah bagian inilah yang seru. Ibu-ibu yang tersadar, ternyata jauh lebih militan dan trengginas di lapangan. Di setiap kesempatan mereka bicara lugas dan tegas. Di klub senam, arisan, ngerumpi, joget dangdut bahkan pengajian.


Word of mouth atau mulut lewat mulut (mlm) ala ibu-ibu terjadi. Getuk tular, bahasa lokalnya. Dari individu ke individu, individu ke lingkungan rt dan rw. Karena jumlahnya besar, muncul kecurigaan dari pihak panwas. Setelah dijelaskan, hanya sekadar rumpian biasa. Panwas pun membolehkan. Tapi pihak paslon tetangga keberatan, berusaha mengintimidasi. Bahkan acara pengajian pun mereka klaim sebagai pengerahan massa untuk mencoblos paslon tertentu. Hingga diputuskan, pengajian harus berakhir lebih cepat dari jadwal.


Beberapa pemuda yang memiliki kemampuan beladiri pun terusik karena ibu atau saudara perempuannya kok lebih cepat pulang mengajinya. Ibu-ibu pun memberi pengertian dan pemahaman. Pengerahan massa mengakibatkan pilkada DKI Jakarta dibatalkan dan incumbent kembali berkuasa. Pakai kemeja putih atau baju koko jadi jalan tengah. Bahkan ada yang berkaos kesebelasan putih timnas jerman atau real madrid.


Rupanya, pihak keamanan utamanya TNI/Polri mencium gelagat ini. Segera menurunkan personilnya di beberapa tempat yang dianggap rawan konflik. Terima kasih untuk bapak/ibu TNI dan Polri yang menjaga keamanan dan ketertiban jelang, saat dan paska pilkada DKI Jakarta.


Saat kampanye, terlihat beberapa tanda di angkasa. Bukan hanya bertepatan HUT TNI AU ke-71. Beberapa menit sebelumnya ada tanda-tanda dari langit. Seakan merestui kampanye saat itu. Takbir berkumandang dan tak terasa air mata meleleh.


Dipersingkat... Jreng! Hari H pencoblosan. Entah ide darimana dan siapa yang memulai. Di jalan atau gang, penulis melihat baju putih bersliweran, kaos bola, kemeja, koko, jilbab, kerudung, topi putih, bahkan beberapa tim paslon tetangga mencoba memprovokasi. Penulis tidak melihat wajah gentar atau takut di tim berbaju putih. Beberapa diantaranya ibu-ibu, malah asyik ngerumpi dengan bapak-bapak dari TNI dan Polri tanpa canggung. Seolah kawan lama yang reunian.


Menjaga tps, buat penulis hal biasa karena sudah "berpengalaman" dari pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Tapi buat ibu-ibu, adalah hal luarbiasa melepaskan kesempatan kumpul keluarga di hari libur, sarapan, makan siang hingga jelang sore. Tahan lapar. Luarbiasa fisik ibu-ibu ini.


Hingga muncul inisiatif, beberapa ibu dan teman-teman untuk patungan beli makanan ala kadarnya atau mempersilahkan ibu-ibu balik kanan. Makan siang dan zhuhur. Jadwal rotasi sederhana berjalan lancar.


Wajah tegang dan harap-harap cemas muncul saat perhitungan suara. Kecewa, saat angka paslon tetangga mulai memimpin. Keadaan berbalik di tengah riuh rendah suara paslon tetangga. Wajah kecewa, terlihat mulai ceria. Bukan akting, terlihat natural dan seadanya.


Tangis haru dan bahagia, terlihat dari wajah ibu-ibu, saling berpelukan dan menjabat tangan. Terima kasih tak terhingga untuk semua usaha yang sudah ibu lakukan. Tulus dari hati penulis yang terdalam.


Semoga tulisan sederhana ini bisa menginspirasi.


Semoga bermanfaat...


#oerip08 #ThePowerOfIbu-ibu #TrueStory #BehindTheScene #ThePowerOfDoa #RelawanBekerjaDenganHati #UangDanSembakoBukanSegalanya #SaatUsahaDanDoaBerjalanBersama

No comments:

Post a Comment