Monday, June 13, 2011

Terarai Trent

Sebagai gadis kecil dari sebuah desa di Zimbabwe, Terarai Trent hidup tanpa air dan listrik, dan tidak memiliki harapan pada masa depannya. "Aku ingat dengan baik ayah menunjuk kakak lelaki dan anak lelaki lainnya di desa dan berkata: 'Merekalah pencari nafkah masa depan. Kita harus memberi pendidikan. Kita perlu mengirim mereka ke sekolah. Anak perempuan akan segera dinikahkan', katanya "Dan itulah pengalaman menyakitkan bagiku."

Keinginan belajar yang kuat, gadis kecil ini dengan mimpi besarnya diam-diam mengerjakan tugas sekolah kakak lelakinya, " Aku belajar untuk membaca dan menulis dari buku-buku kakakku", ujar Terarai. Kemudian rahasianya terbongkar, dan gurunya meminta ayahnya untuk mengijinkan Terarai sekolah.

Terarai hanya mampu menyelesaikan 2 semester saja sebelum dia dipaksa menikah saat berumur 11 tahun. Saat umur 18, dia sudah menjadi ibu dari 3 anak. "Saat suamiku tahu bahwa aku ingin sekolah, dia memukuliku," ujarnya. "Itulah mimpi buruk dalam hidupku masa itu."

Tahun 1991, seorang tamu merubah hidup Terarai selamanya. Jo Luck, seorang aktivis Hefrei international bertanya pada tiap wanita yang hadir tentang mimpi terbesar mereka - sesuatu yang bagi mereka tidak tahu jika hal ini diperbolehkan. "Aku ingat dengan jelas berkata: 'Namaku Terarai dan aku ingin tinggal di Amerika Serikat untuk memperoleh pendidikan, dan aku ingin gelar sarjana. Aku ingin gelar magister dan aku ingin menjadi doktor," ujarnya. "Dan dia menatapku [dan berkata], 'Jika itu semua keinginanmu, semuanya dapat diraih."

Harapan anak perempuannya untuk keluar dari lingkar kemiskinan, Ibu Terarai mendorongnya untuk menuliskan semua mimpinya di sepotong kertas. 20 tahun lamanya berada dalam lipatan kaleng dan dikuburkan di bawah sebuah batu di sebuah ladang sunyi tempat Terarai mengembalakan ternaknya. "Sebagai seorang perempuan tanpa pendidikan, perjalanan hidup bagai sebuah beban," tulisnya. "Aku yakini semua mimpiku, dan aku berharap satu hari untuk bekerja dalam membantu para perempuan dan anak-anak perempuan yang miskin."

Terarai tidak hanya memutuskan lingkar kemiskinan - dia merobeknya. Tahun 1998, Terarai pindah ke Oklahoma dengan suami dan kelima anaknya sekarang. Tiga tahun kemudian, dia meraih gelar sarjananya di bidang pertanian. Tahun 2003 - tahun yang sama saat suaminya dideportasi karena suka memukulinya - Terarai meraih gelar magisternya.

Setelah menerima gelarnya, Terarai kembali pulang ke Zimbabwe, membongkar kaleng impiannya dan memberi tanda cek tiap gol yang telah diraihya, satu per satu. Di bulan Desember 2009, Terarai kembali menikah dengan bahagia dan meraih mimpi terakhirnya - gelar doktoral.

Terarai adalah simbol dari harapan di desanya. Pada sebuah perjalanan pulang di 2009, Terarai dan ibunya pun mendorong sebuah generasi baru dari anak-anak perempuan untuk bermimpi, memberi mereka pena, sehelai kertas dan sebuah kaleng metal. "Hal ini membuatku merasa senang tapi di waktu bersamaan, hal ini pun membuatku merasa kosong karena masih banyak perempuan yang mestinya mendapat kesempatan yang sama tapi mereka tidak mendapatkannya," ujarnya. "Kisahku ini bukan tentang diriku seorang, tapi ini tentang sebuah inspirasi dari kisahku."

Anda pun dapat membantu anak-anak perempuan seperti Terarai di seluruh dunia. Dapatkan infonya di For All Women registry!

1 comment:

  1. cerita yang mengharukan bentuk sebuah semangat untuk merubah keadaan dengan perjuangan(di indonesia sosok Kartini)

    ReplyDelete